Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) dilaporkan dideportasi setelah menulis tentang demonstrasi Hong Kong. Yuli Riswati, seorang penulis berprestasi sekaligus asisten rumah tangga, ditahan di Pusat Imigrasi Castle Peak Bay pada 4 November. Dia ditahan selama 28 hari karena belum memperpanjang visa, dan dideportasi ke Surabaya pada Senin sore (2/12/2019).
"Yuli ditahan karena menulis soal demonstrasi dilaporkan oleh media lokal," kata Ah Fei kepada wartawan media lokal. Dilansir AFP , badan imigrasi Hong Kong tidak memberikan komentar. Tapi, siapa pun yang melanggar masa tinggal bisa ditahan hingga dipulangkan.
Pengacara Yuli, Chau Hang tung, mengatakan kliennya lupa untuk memperpanjang visa setelah mendapatkan paspor baru. Dia berusaha mengurus perpanjangan selama berada di tahanan, dengan majikan Yuli dilaporkan bersedia menjadi penjaminnya. Pakar hukum menuturkan, kasus yang dialami Yuli, di mana seorang ART yang visanya habis, dibekuk kemudian dideportasi.
Salah satunya adalah Phobsuk Gasing, Ketua Persatuan Federasi ART Hong Kong. "Baru kali ini saya mendengar kasus imigrasi bakal menahan mereka," katanya. Menurut Gasing, selama si ART mempunyai kontrak, majikan bisa menjelaskan via surat kepada imigrasi mengapa karyawannya itu bisa lupa memperpanjang visa.
Michael Vidler, pengacara yang sering menangani kasus imigrasi mengatakan, menjelasksan penahanannya "tidak proporsional". Vidler mengungkapkan, penjelasan yang masuk akal adalah kemungkinan Yuli dipulangkan karena dia membahas demonstrasi. Yuli dilaporkan menulis tentang aksi protes itu baik di laman Facebook nya, maupun portal Indonesia Migran Post .
Tahun lalu, dia memenangkan Taiwan Literature Award sebagai pengakuan akan tulisannya tersebut. (*)